Home news Bagaimana Upaya Pertamina Membatasi Stok Premium di SPBU?

Bagaimana Upaya Pertamina Membatasi Stok Premium di SPBU?

98
0

Sejak Pertalite ada, Premium sering putus. Kadang ada, kadang enggak ada,” keluh Nardi, sopir mikrolet jurusan Kebayoran Lama-Tanah Abang. Satu siang pekan lalu, pria asal Minang itu tengah rehat melepas letih di tepi jalur di dekat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34.12205 Palmerah Barat.

Bersama Romi, sesama sopir mikloret, ia baru saja menggerakkan pekerjaannya. Nardi bercerita, setiap hari ia isi bensin Premium di pom bensin tersebut, kurang lebih 1 kilometer berasal dari Pasar Palmerah, Jakarta Pusat.

Dalam setengah hari, ia kebanyakan memberi pembagian Premium kurang lebih Rp50 ribu untuk mikroletnya. Namun, sejak Pertalite dikenalkan Pertamina demi kurangi pembagian konsumsi Premium pada Juli 2015, pom bensin Palmerah Barat sering kosong stok minyak berkadar oktan (RON) 88 tersebut.

Suka tidak suka, ia terpaksa manfaatkan bahan bakar Pertalite, yang miliki kandungan oktan (RON) 90 flow meter water. Pergantian bahan bakar ini bikin Nardi mengeluarkan ongkos bensin lebih besar, Rp70 ribu didalam setengah hari. “Bagi kita, Rp20 ribu terlalu berarti.

Yang selayaknya jadi pendapatan kita berubah untuk isi Pertalite,” ujarnya. Dampak Pertalite terhitung dirasakan oleh Romi. “Kalau manfaatkan Pertalite, ongkos harus naik lagi. Enggak sebanding terkecuali manfaatkan Pertalite namun tarif angkotnya lama. Rugi kita manfaatkan Pertalite.” “Kalau ongkos naik, enggak masalah,” ujar Romi, yang biasa memasang tarif penumpang Rp5.000 untuk tujuan Pasar Kebayoran Lama sampai Tanah Abang.

Pom bensin Palmerah Barat berada di tengah trayek angkutan umum. Meski begitu, ia tak dapat menanggung senantiasa ada pasokan Premium. Supriyanto, seorang pekerja di SPBU tersebut, bicara Pertamina memberi pembagian 8.000 kiloliter Premium sepanjang dua hari sekali berasal dari depo Plumpang, Jakarta Utara. Dengan kuantitas terbatas, Premium cepat habis didalam tempo sehari, dan harus menunggu dua hari lagi untuk dapat memesan pasokan bensin Premium berasal dari Pertamina.

Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Hendry Ahmad bicara udah menugaskan Pertamina untuk menanggung pasokan Premium di SPBU yang dilalui jalur angkutan umum, baik di luar Jawa maupun di kota besar layaknya Jakarta. “Kita udah tetapkan begitu dan Pertamina udah memperhatikannya,” klaimnya. Ia menambahkan, tak sekedar di jalur transportasi umum, Pertamina terhitung harus sediakan kecukupan Premium di daerah migrasi dan pertanian.

Meski begitu, toh senantiasa ada pembatasan Premium. Sebut saja di SPBU 34.16411 Kartini, Depok Lama; SPBU 34.12605 Tanjung Barat Raya; SPBU 34.11405 Slipi, dan SPBU 24.35174 Raja Basa, Bandar Lampung. Di SPBU COCO (Company Operation Company Owner) 31.126.01 Tanjung Barat, yang jelas-jelas di bawah pengelolaan anak perusahaan Pertamina, stok Premium pun dibatasi. Semua pom bensin di atas adalah jalur angkutan umum.

Suhadi, pekerja SPBU Tanjung Barat Raya, bicara cuma dapat belanja stok 8.000 kiloliter Premium sepanjang tiga kali didalam sepekan. Sebelum ada pembatasan, daerah kerjanya dapat belanja 16.000 Premium kiloliter. Hal mirip diungkapkan Nasir, pekerja SPBU 24.35174 Rajabasa. Ia berkata, sebelum dibatasi, lokasi kerjanya beroleh curah Premium 16.000 kiloliter saban hari. Sesudah dibatasi, berkurang jadi 8.000 kiloliter.

Begitupun SPBU Retail Pertamina di Tanjung Barat, yang beroleh pembagian Premium lebih besar, 16.000 kiloliter untuk hari pertama dan 8.000 kiloliter untuk hari kedua. Pengaturan stok Premium ini berlaku selang-selang bagi anak usaha Pertamina tersebut. Bila stok Premium habis, kastemer dipaksa berubah ke Pertalite. Windu Prasetyo, kepala pengawas pekerja di pom bensin tersebut, mengatakan konsumsi Premium didalam sehari di daerah kerjanya dapat 15 ribu kiloliter. Namun, terkecuali habis, penduduk “dengan sendirinya” berganti ke Pertalite.

“Kalau habis, penduduk udah merasa mengerti. Gunakan BBM lain yang lebih bagus, Pertalite. Pembakarannya lebih bagus dibanding Premium,” ujarnya. Intervensi Pertamina Sejak peluncuran Pertalite, Pertamina merasa mendorong penduduk kenakan bahan bakar dengan kandungan oktan tinggi layaknya Pertamax (RON 92), Pertamax Plus (95), dan Pertamax Turbo (98). Pertalite dikenalkan Pertamina sebagai langkah transisi bagi pemakai bensin Premium. Selain membatasi pembagian Premium, Pertamina kurangi nozzle atau selang dispenser di pom bensin.

M. Dasim, Kepala SPBU 34.127.02 Tendean, menceritakan langkah Pertamina tersebut. “Awalnya ada 14 nozzle Premium. Setelah ada pembatasan, kita cuma boleh kenakan 4 nozzle. Satu nozzle untuk kendaraan bermotor, tiga nozzle untuk mobil. Turunnya drastis banget,” katanya. “Masyarakat sesungguhnya didorong untuk berubah ke BBM Pertalite,” ujar Dasim.

Pria yang udah 20 th. bekerja di rantai pasokan hilir bahan bakar minyak ini menilai langkah Pertamina kurangi selang dispenser Premium secara tidak langsung mengajarkan kastemer berubah ke Pertalite. Antrean kendaraan bermotor dapat terlalu panjang di dispenser pengisian Premium supaya orang dipaksa berubah ke bahan bakar lain, entah ke Pertalite maupun ke Pertamax. “Orang jadi malas antrean panjang. Kalau menurut saya, ada segi politisnya juga. Masyarakat terkecuali dengar kata Premium, seolah-olah pemerintah lakukan subisidi BBM.

Padahal udah enggak ada subsidi lagi,” katanya. Pengurangan selang dispenser Premium terjadi di banyak SPBU, terhitung di satu kecamatan di Bone, Sulawesi Selatan.

“Awalnya kita ada 5 nozzle Premium. Tapi sehabis ada Pertalite, kita kurangi. Tiga nozzle untuk Premium, dua untuk Pertalite,” kata Budi, pengawas operasional SPBU Biru 74.927.42 Tanete Riattang, melalui lanjutan telepon. Selain pembatasan dan pengurangan selang dispenser Premium, Pertamina mengenalkan papan harga SPBU “Pasti Prima”.

Papan itu berwarna biru mencolok, dengan kepala papan berwarna putih perak, dan logo “Pasti Prima” berwarna merah. Papan harga ini berlainan berasal dari papan SPBU “Pasti Pas”. Papan “Pasti Prima” tidak mencantumkan product Premium. Cuma ada product Pertamax Turbo, Pertamax, Pertalite, dan Pertamina Dex. Kalaupun ada, product Premium cuma didalam bentuk teks terjadi untuk kurangi segi keterlihatan.

Papan lama SPBU “Pasti Pas” pun dipermak lagi supaya product Premium dihilangkan. Bagi segelintir entrepreneur pom besin, demi kurangi ongkos belanja papan baru “Pasti Prima”, mereka menghilangkan nama product Premium dengan menempel stiker product baru Pertalite. Rekomandasi berasal dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas Melihat langkah-langkah Pertamina kurangi stok Premium ini sejalan anjuran berasal dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai ekonom Faisal Basri.

Fahmy Radhi, anggota Tim, mengatakan sepanjang dua th. terakhir, Pertamina udah lakukan “banyak hal yang konstruktif” didalam tata kelola industri pasokan hilir, keliru satunya membuat product Pertalite. “Sekarang ini, kemungkinan 40 % udah berimigrasi ke Pertalite supaya secara bertahap Premium dapat dihapus oleh Pertamina. [Dan] tetap menjajakan Premium dengan penugasan,” kata Radhi.

“Pada saatnya, Pertamina dapat menghapuskannya,” tegas Radhi. Ia menjelaskan, langkah-langkah itu sejalan janji perusahaan negara pengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia selanjutnya kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas, dua th. silam.

Dalam pertemuan pada Maret 2015, Pertamina berjanji dapat menghilangkan Premium didalam kurun dua tahun. Artinya, th. ini selayaknya dapat jadi th. penghapusan Premium. Radhi menilai Kedatangan product Pertalite sebagai jembatan untuk menuju bahan bakar Pertamax.

Perbedaan harga pada Pertalite dan Pertamax tak terlalu jauh. Sehingga, katanya, “dengan sendirinya kastemer dapat berubah ke bahan bakar dengan kandungan oktan 92.” “Saya menduga usaha Pertamina itu untuk menghapus Premium sesuai anjuran Tim Reformasi Tata Kelola Migas,” katanya.

Klaim Pertamina atas Perubahan Konsumsi BBM Premium Adiatma Sardjito, juru bicara Pertamina, membantah bahwa konsumsi Premium yang menurun lantaran ada banyak variasi langkah Pertamina membatasi pembagian Premium di pom bensin. Ia mengklaim, konsumsi Premium menurun akibat pola konsumsi bahan bakar yang berubah pada masyarakat, bukan sebab segi intervensi Pertamina.

“Ini sesungguhnya sedikit orang paham bahwa sesungguhnya tidak ada ide kurangi Premium atau membatasi Premium,” kata Adiatma. “Cuma ada pola kastemer baru yang lebih senang dengan BBM lebih bagus.

” Adiatma mengklaim, penjualan bahan bakar berkualitas tinggi, khususnya jenis Pertamax dan juga diesel jenis Dexlite dan Pertamina Dex, meningkat “cukup signifikan.” Penjualan BBM berkualitas jenis Pertalite sepanjang Januari-Juli 2017 meningkat 363,7 % dibanding periode yang mirip th. lalu, menurut Adiatma. “Kenaikannya lebih berasal dari tiga kali lipat,” klaimnya. Peningkatan Pertalite jadi lumrah belaka ketika semua langkah dikerjakan Pertamina untuk mendorong penduduk pilih bahan bakar Pertalite.

Apalagi marjin keuntungan Pertalite yang ditawarkan Pertamina ke SPBU lebih besar dibandingkan Premium. Saat ini selisih laba Premium kurang lebih Rp200, waktu untuk Pertalite kurang lebih Rp300. Adiatma terhitung membantah bahwa Pertamina sesuaikan pengurangan selang dispenser Premium.

“Penggantian nozzle di SPBU dikerjakan pihak manajemen SPBU sendiri,” ujar mantan sekretaris korporat PT. Pertamina Gas (Pertagas) ini. Begitu pula pengenalan papan harga SPBU “Pasti Prima” untuk mengganti papan harga lama “Pasti Pas”.

“SPBU yang udah manfaatkan [papan harga] Pasti Prima kemungkinan tidak ada yang belanja Premium supaya tidak ada nama product [Premium] di papan tersebut,” katanya. Meski menjanjikan kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas bahwa Pertamina dapat menghapus Premium didalam jangka dua th. sejak 2015, namun Adiatma bicara “dalam jangka panjang, belum ada analisis untuk menghapus Premium.

” Bagaimanapun, pengakuan Adiatma yang mewakili Pertamina bertolak belakang berasal dari keterangan sejumlah pekerja SPBU.

Tidak ada segi pertama-tama bahwa “secara otomotis” kastemer berubah ke Pertalite. Melainkan Pertamina, dan pemerintah yang berwenang atas perkara BBM di Indonesia, menciptakan kondisi yang mendorong penduduk berubah berasal dari Premium. Berdasarkan data BPH Migas, setiap th.

kuota jenis bahan bakar spesifik penugasan (JBKP) layaknya Premium senantiasa menurun. Dengan kuota yang senantiasa menurun ini, lumrah semata seumpama konsumen, terhitung para sopir angkutan umum, sulit beroleh Premium. “Biasa kita pernah isi Premium,” ujar Nardi, sopir mikrolet jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama. “Tapi terkecuali Pertalite ada, Premium putus. Bedanya hampir Rp1.000 pada Premium dan Pertalite.”